Sosialisasi politik, sarana sosialisasi politik, proses
sosialisasi politik, agen sosialisasi politik
Makna Sosialisasi politik
Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan
orientasi politik pada anggota masyarakat. Keterlaksanaan sosialisasi politik,
sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana
seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi
pengalaman¬-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik,
merupakan proses yang ber¬langsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha
saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman
politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya.
Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap¬-sikap yang diperoleh seseorang itu
membentuk satu persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan
politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individu dapat
memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik
masyarakatnya.
Sedangkan menurut Rush & Althoff menjelaskan bahwa
sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem
politik pada seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan dan
reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik ditentukan
oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana individu berada; selain
itu juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta
kepribadiannya.
Studi tentang sosialisasi politik menjadi kajian yang sangat
menarik akhir-akhir ini. Ada dua alasan yang melatar belakangi sehingga
sosialisasi politik menjadi kajian tersendiri dalam politik kenegaraan.
Pertama, sosialisasi politik dapat berfungsi untuk memelihara agar suatu sistem
berjalan dengan baik dan positif. Dengan demikian, sosialisasi merupakan alat
agar individu sadar dan merasa cocok dengan sistem serta kultur (budaya)
politik yang ada. Kedua, sosialisasi politik
ingin menunjukkan relevansinya dengan sistem politik dan pelaksanaannya
di masa mendatang mengenai sistem politik.
Proses dan Metode Sosialisasi
Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak
atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di
Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi
mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup
perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada
sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu.
Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta
kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum,
seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan
sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti
pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam
sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting.
Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai
ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap
sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap
dalam proses sosialisasi politik dari anak,
yaitu sebagai berikut.
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti
orang tua anak, presiden dan polisi.
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang
ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang
impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik
dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan
institusi-institusi ini.
Menurut Rush dan Althoff Metode
Sosialisasi Politik ada tiga yaitu:
1. Imitasi
Imitasi merupakan Peniruan terhadap tingkah laku
individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak.
Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme
lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun
motivasi.
2. Instruksi
Instruksi merupakan peristiwa penjelasan diri seseornag
dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya.
3. Motivasi
Motivasi merupakan proses sosialisasi yang berkaitan dengan
pengalaman individu.
Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari
pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman
pada umumnya. Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi
pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara
langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk
proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian
hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik.
Sosialisasi politik langsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau
pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat
politik.
Proses sosialisasi politik tidak
langsung meliputi metode berikut:
1. Pengoperasian Interpersonal
Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi
politik secara eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam
hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal.
2. Magang
Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan
pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik
memberikan keahlian-keahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan
secara khusus di dalam konteks yang lebih bersifat politik.
3. Generalisasi
Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi
bjek-objek politik yang lebih spesifik dan dengan demikian membentuk
sikap-sikap politik terentu.
Proses sosialisasi langsung terjadi
melalui:
1. Imitasi
Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak
dialami anak sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara
sadar dan secara tidak sadar.
2. Sosialisasi Politik Antisipatoris
Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang
diinginkan atau akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani
pekerjaan-pekerjaan professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak
dini sudah mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan
dengan peranan-peranan tersebut.
3. Pendidikan Politik
Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan
oleh “socialiers” daripada oleh individu yang disosialisasi. Pendidikan politik
dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah
dan berbagai kelompok dan organisasi yang tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan
politik sangat penting bagi kelestarian suatu system politik. Di satu pihak,
warga Negara memerukan informasi minimaltentang hak-hak dan kewajiban yang
mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan politik. Di lain pihak, warga
Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka
telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi, stabilitas politik
pemerintahan dapat terpelihara.
4. Pengalaman Politik
Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan
diyakini sebagai politik pada kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan
dan pengalamn-pengalamannya didalam proses politik.
Agen-Agen sosialisasi politik
Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai
perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :
1. Keluarga
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang
paling efisien dan efektif adalah keluarga, orang tua dan anak sering melakukan
obrolan ringan tentang segala hal yang menyangkut politik sehingga tanpa
disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang
diserap oleh si anak.
2. Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civis education (pendidikan
kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi
dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik,
teoritis dan praktis. Dengan demikian siswa telah memperoleh pengetahuan awal
tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar
dari sudut pandang akademis.
3. Partai politik
Sosialisasi politik disini dimaksudkan sebagai proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses
sosialisasi politik para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi
terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat dan berlangsung
seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal maupun
secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari. Partai politik
melakukan pendidikan politik melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan,
diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan untuk menyebarkan
nilai dan simbol yang dianggap ideal dan baik.
Selain melalui keluarga, sekolah dan partai politik,
sosialisasi politik juga dapat dilakukan melalui peristiwa sejarah yang telah
berlangsung (pengalaman toko-toko politik yang telah tiada). Melalui seminar,
dialog, debat dan sebagainya yang disiarkan ke masyarakat toko-toko politik
juga secara tidak langsung melakukan sosialisasi politik.
Apabila sosialisasi politik bisa dilaksanakan dengan baik
melalui berbagai sarana yang ada, maka masyarakat dalam kehidupan politik
kenegaraan sebagai satu sistem akan melahirkan budaya politik yang bertanggung
jawab. Masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya, dasar kesadaran politik
yang baik dan tinggi. Tolok ukur keberhasilan sosialisasi politik terletak pada
sejauh mana pendidikan politik yang telah dilakukan (melalui berbagai sarana),
sehingga menghasilkan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya politik
etis dan normatif dalam mewujudkan partisipasi politiknya.
Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasi menurut waktu
serta yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi,
berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan.
Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari
sosialisasi politik Sebaliknya, semakin besar derajat perubahan dalam satu
pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari
sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil
jumlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik itu.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil
survei silang mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpul¬kan
bahwa masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika
dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh
suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan
yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi
peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada
masalah partisipasi, sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang
lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari Jerman
ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh sistem dan sikap
yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para respondennya
merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan di
Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan
keterasingan dari substansinya.
Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah
legitimasi, sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat.
Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik atau
dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di Amerika Serikat, kebanyakan
orang Amerika menerima lembaga presiden, kongres, dan MA, tetapi penggunaan
hak-hak dari lembaga tersebut selalu mendapat kritik dari masyarakat.
Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan suatu proses
belajar yang kontinyu yang melibatkan baik belajar secara emosional maupun
indoktrinasi politik yang nyata dan dimediai (sarana komunikasi) oleh segala
partisipasi dan pengalaman si individu yang menjalaninya. Rumusan ini
menunjukkan betapa besar peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi
politik di tengah warga suatu masyarakat. Tidak salah jika dikemukakan bahwa
segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi
bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi
komunikasi politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam
sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Pada sistem politik masyarakat
modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti, sekolah, kelompok kerja,
perkumpulan-perkumpulan sukarela, media komunikasi, partai-partai politik dan
institusi pemerintah semuanya dapat berperan dalam sosialisasi politik.
Kemudian perkumpulan-perkumpulan, relasi-relasi dan partisipasi dalam kehidupan
kaum dewasa melanjutkan proses tersebut untuk seterusnya.
Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti Indonesia,
India, Cina dan sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka unsur masyarakat
akan berlainan karena faktor geografis baik yang di kota maupun di desa. Pada
sebagian besar negara berkembang, pengaruh media masa (radio, surat kabar dan
televisi) di pedesaan sangat terbatas. Oleh karena itu, pengaruh
struktur-struktur sosial tradisional dalam menterjemahkan informasi yang
menjangkau wilayah tersebut amatlah besar. Heterogenitas informasi ini
memperkuat perbedaan orientasi dan sikap (attitude) diantara kelompok-kelompok
yang mengalami sosialisasi primer yang amat berbeda dari kelompok ataupun teman
sebaya.
Berbeda dengan negara yang sudah maju seperti Amerika,
Inggris, Jerman dan sebagainya arus informasi relatif homogen. Para elite
politik pemerintahan mungkin mempunyai sumber-sumber informasi khusus melalui
badan-badan birokrasi tertentu, surat kabar tertentu yang ditujukan pada
kelompok kelas atau politik tertentu. Dengan demikian, semua kelompok
masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media massa yang relatif
homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau orientasi kultural
sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap para elite politik
dan sebaliknya kaum elite-pun dapat segera mengetahui tuntutan masyarakat dan
konsekuensi dari segala macam tindakan pemerintah.
Sosialisasi Politik di berbagai Negara
1. Di Negara Liberal
Sosialisasi politik di negara liberal merupakan salah satu
sebagai pendidikan politik. Pendidikan politik adalah proses dialogik diantara
pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat
mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik
negaranya dari berbagai pihak seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik, seperti
sekolah, pemerintah, partai politik dan peserta didik dalam rangka pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal
dan baik.
2. Di Negara Totaliter
Sosialisasi politik di negara totaliter merupakan
indoktrinasi politik. Indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa
memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan
simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik. Melalui
berbagai forum pengarahan yang penuh paksaaan psikologis, dan latihan penuh
disiplin, partai politik dalam sistem politik totaliter melaksanakan fungsi
indoktinasi politik.
3. Di Negara Berkembang
Menurut Robert Le Vine dalam handout perkuliahan Rusnaini (
2008:17) berpendapat bahwa “sosialisasi politik pada negara berkembang
cenderung mempunyai relasi lebih dekat pada sistem-sistem lokal, kesukuan,
etnis, dan regional daripada dengan sistem-sistem politik nasional”. Ada 3
faktor penting dalm sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu :
1. Pertumbuhan pendidikan di negara-negara berkembang dapat
melampui kapasitas mereka untuk memodernisasi kelompok tradisional lewat
industrinalisasi dan pendidikan.
2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan
nilai-nilai tradisional antara jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat
terikat pada nilai tradisional.
3. Mungkin pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebgai
saru kekuatan perkasa untuk mengembangkan nilai-nilai tradisional.
4. Di Masyarakat Primitif
Proses sosialisasi politik pada masyarakat primitif sangat
bergantung pada kebiasaan dan tradisi masyarakatnya, dan berbeda pada tiap
suku. Sosialisasi politik pada masyarakat primitif sangat tergantung pada
kebiasaan dan tradisi masyarakatnya, dan berbeda pada tiap suku.
Daftar Pustaka
Juhana, Wijaya , 2004,
Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah : jakarta.
SY, Pahmi, 2010, Politik Pencitraan, Gaung Persada Press:
Jakarta.
Rush, Michael dan Althoff, Phillip, 2005, Pengantar
Sosiologi Politik, Rajawali Press : Jakarta.
Marijan, Kacung, 2006, Demokratisasi di Daerah, Pustaka
Eureka: Surabaya.
Resume Budaya politik,
Zaki Mubarak Dosen UIN jkt, Semester 5.
Duverger, Maurice, Sosiologi Politik, Rajawali Press:
Jakarta, 1982.
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/sosialisasi-politik/
terimakasih, semoga bermanfaat
0 comments:
Post a Comment