SUPRASTRUKTUR DAN
INFRASTRUKTUR POLITIK DI INDONESIA
Umumnya
di setiap negara memiliki suprastruktur dan infrastruktur yang berbeda-beda
guna mempermudah dalam menjalankan pemerintahan negara masing-masing, seperti juga yang dimiliki Indonesia
1. Infrastrukur
politik
Didalam
suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada
keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai
macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”.
Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam
masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik,
infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :
a.
Partai politik (political party ),
b.
kelompok kepentingan (interst group),
c.
kelompok penekan (pressure group),
d.
media komunikasi politik (political
communication media) dan
e.
tokoh politik (political figure).
a.
Partai politik ( political party ) di Indonesia
Partai
politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat
dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik dilihat sebagai
pengewajantahan dari kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka semangat
kebebasan selalu dikaitkan orang ketika berbicara tentang partai politik
sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah kehidupan partai poliik di
Indonesia secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Masa
pra kemerdekaan
Organisasi
modern pertama di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah (tidak
secara fisik) adalah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei
1908. Pada awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk
studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya, ia
menjadi partai politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.
Masa
pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Tumbuh
suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat
Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandantangani Wakil Presden Moh.
Hatta yang antara lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai
politik agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara
teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi
sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
1).
Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia, c)
Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo),
e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik.
2).
Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya
(Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai
Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat
(PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR),
Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI), Partai
Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), Wanita Demokrasi Indonesia
(PTI).
3).
Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia,
Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
4).
Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI), Partai Indonesia
Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Masa Orde
baru (tahun 1966-1998).
Awal
kebangkitan orde baru (1966) dalam melakukan pembelahan institusi politik,
tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin
stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak
secara resmi dilarang, adalah menyusun undang-undang tentang pemiluyang dianggap
sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu yang direncanakan
dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksana tahun 1971 dengan
peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi, NU, PSII, Partai Islam,
Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).
Hasil
Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU dan
PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03 tahun 1957, Pemilu tahun
1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga) peserta :
1).
PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.
2).
Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.
3).
PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan
Pada
pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai
politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu
Pancasila dengan tujuan agar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada
program kerja masing-masing. penerapan atas tersebut langsung sampai dengan
pelaksanaan pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru,
golkar selalu dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997
(62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada
tahun 1997 (70,2%).
Era
orde baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada akhir tahun 1997 negara
Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya berkembang menjadi krisis
multidimensi karena terperangkap hutang luar negeri yang besar dan banyaknya praktik korupsi,
kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat birokrasi dan pengusaha.
Masa/Era
Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)
Era
reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan
asas keadilan. Partai-partai politik diberikan kesempatan untuk hidup kembali
dan mengikuti pemilu dengan multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999
berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua
manusia elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde baru pemilu diikuti
sebanyak 48 partai politik.
b.
Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok
kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung
pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok
kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran
yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Menurut
Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat diidentifikasikan ke dalam
jenis-jenis kelompok sebagai berikut :
Kelompok
Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan
seketika akibat isu kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.
Kelompok
non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau
etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan
situasi.
Kelompok
insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik
atau sosial.
Kelompok
asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai
tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan
kepentingan dan tuntutan.
Kelompok
kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada umumnya dianut oleh
negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain). David
Lane, (seorang analisis politik) mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok
kepentingan di Uni Soviet (Rusia), yaitu:
a.
Elite politik, seperti anggota-anggota politburo
b.
Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang.
c.
Kelompok-kelompok pembangkang setia, seperti para dokter dan guru
d.
Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam satu kesetian,
seperti petani dan tukang.
e. Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir
dalam satu kesatuan, yang bukan merupakan bagian dariaparat Soviet (Rusia),
atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa, seperti kelompok intelektual
yang menentang rezim atau anggota sekte-sekte keagamaan tertentu.
Pada
negara yang menerapkan sistem dua partai, disiplin partai baik dalam parlemen
maupun kabinetrelatif lebih ketat dan hal ini merupakan kendala tersendiri
terutama untuk mendukung sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu.
Di
negara berkembang pada umumnya. dan khususnya di Indonesia masyarakat yang
tergabung dalam kelompok kepentingan biasanya sensitive terhadap isu politik
dalam lingkup kelompok politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita
politiknya (terutama masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan
negara/pemerintah. Dengan asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa pada
masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh mengendalikan
kehidupan politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses pembangunan bidang
kehidupan lainnya.
Namun
pasca Orde Baru (tahun 1998) yang disebut dengan era reformasi, masyarakat
berperan aktif dalam menumbuhkan sangkar
partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama 32 tahun dikekang dengan
berbagai instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnya sistem
politik di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan
yang selama Orde Baru berkuasa berseberangan, terutama dari kalangan akademisi,
politikus, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya.
c.
Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok
penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh
rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah
untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan
dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara
lain :
a.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b.
Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c.
Organisasikepemudaan
d.
Organisasi Lingkungan Kehidupan
e.
Organisasi pembela Hukum dan HAM
f.
Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok
penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional
(melakukan negosiasi) sehingga dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum.
Dalam
realitas kehidupan politik, kita mengenal berbagai kelompok penekan baik yang
sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana
agar keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak
merugikan).
Kelompok
penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding dengan partai politik,
manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi diharapkan untuk mengangkat
isu sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok
penekan tampil ke depan sebagai alternative terkemuka.
d.
Media komunikasi politik (political communication media)
Media
komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang dapat berfungsi
untuk menyampaikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah
kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi seperti surat kabar,
telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan
peran penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah
pendapat umum dan sikap politik publik.
e.
Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan
tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota
masyarakat dari berbagai sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas
dasar isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan
mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik
itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :
Transformasi
dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi
cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
Pengangkatan
dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum
pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu untuk mengemban tugas
seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun
penyerahan posisi khusus pada mereka.
Di
dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh
politik akan pengaruh besar terhadap pembangunan dan perubahan? Pada umumnya
pengangkatan tokoh-tokoh politik akan memberikan angin segar dalam memaparkan
beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya.
Pengangkatan
tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran di sector
infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok
kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.
Menurut
Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan
dengan beberapa aspek , yakni :
a.
Leditimasi elit politik
b.
Masalah kekuasaan
c.
Representativitasi elit politik
d.
Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di
negara-negara demokrasi pada umunya, pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan
melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jika dilaksanakan di negara-negara
totaliter, diktator atau otoriter.
2. Suprastruktur
Politik
Suprastruktur
politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi di suatu negara sebagai
penggerak politik formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks karena
akan bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan
wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini
pada umumnya dapat diketahui didalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan
peraturan perundang-undangan suatu negara.
Dalam
perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik pemerintah dibagi
dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana
undang-undang), legislative (pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan
sistem pembagian kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.
Untuk
terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur politik harus
memperoleh dukungan dari infrastruktur politik yang mantap pula. Rakyat, baik
secara berkelompok berupa partai politik atau organisasi kemasyarakatan, maupun
secara individual dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui
wakil-wakilnya.
Suprastruktur
politik di negara Indonesia sejak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998
sampai dengan tahun 2006 telah membawa perubahan besar di dalam sistem politik
dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era
kebangkitan Demokrasi”.
Reformasi
di bidang politik dan hukum ketatanegaraan, yaitu dilaksanakannya amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 selama 4 (empat kali) dari tahun 1999-2002. Amandemen
pertama disahkan (19 Oktober1999), kedua ( 18 Agustus 2000), ketiga (10
November 2001), dan keempat (10 Agustus 2002). Amandemen UUD 1945 tersebut
telah mengubah struktur suprapolitik di Indonesia.

0 comments:
Post a Comment