Korupsi, ketika kita mendengar istilah itu yang terbesit di pikiran adalah DPR/PPEMERINTAH, kenapa ? karena setiap ada kasus korupsi pasti selalu melibatkan mereka, dan korupsi merupakan kejahatan yang sangat sulit untuk di berantas, sekaligus kejahatan yang ppaling merugikan rakyat indonesia
Pengertian
Korupsi
Kata
“korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dise-butkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan per-aturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pidana korupsi.
2.2
Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi
di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan
Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967
yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era
Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang
dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun
dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit
sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan
kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya
hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan
rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan
Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di
dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
2.3
Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat
kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan
sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan
adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik
korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi.
Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para
korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998.
Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat.
Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap
masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang
merata.
2.4
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena
umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
Proses
modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
Institusi-institusi
politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut
dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan,
kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
Selalu
muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Sebagai
akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten,
artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-ubah sesuai dengan
kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan
kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik,
partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan
mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara
karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para
korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai
terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan
kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan
sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan hirarki politik kekuasaan.
2.5
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi
dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan
memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi
“martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun
agenda KPK adalah sebagai berikut :
Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
Mendorong
pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
Membangun
kepercayaan masyarakat.
Mewujudkan
keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
Memacu
aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
2.6
Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada
beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
Upaya
pencegahan (preventif).
Upaya
penindakan (kuratif).
Upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa.
Upaya
edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
2.6.1
Upaya Pencegahan (Preventif)
Menanamkan
semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan
penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
Para
pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
Para
pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Melakukan
pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2.6.2
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya
penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana.
Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004).
Menahan
Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan
liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
Dugaan
korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp
10 milyar lebih (2004).
Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
Kasus
korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus
penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus
penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan
seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi
Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar
(2004).
Kasus
korupsi di KBRI Malaysia (2005).
2.6.3
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
Tidak
bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan
kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
Membuka
wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
2.6.4
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia
Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency
International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi
politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi
organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik.
Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei
TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di
posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan
Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih
baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria,
Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
Demikian materi yang penuis dapat sampaikan, semoga
bermanfaat
terimakasih

0 comments:
Post a Comment